Search

Menguji Kompromi Pemerintah-DPR soal Politisasi UU Terorisme

Sebagai pihak yang bertugas menindak terorisme, Polri terus mengingatkan pemerintah agar segera mengesahkan Revisi UU Terorisme. Polisi beralasan, UU yang ada saat ini menghambat untuk menindak terorisme.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mencontohkan, polisi baru bisa bergerak ketika teror baru terjadi. Kemudian, polisi baru bisa menahan dan menggali informasi dalam waktu tujuh hari setelahnya.

"Kewenangan mencegah pelaku dalam aksi sangat lemah," kata Setyo dalam pesan tertulisnya, Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Perlu diketahui, revisi UU Terorisme pertama diajukan sejak terjadinya bom Thamrin. Pembahasannya telah masuk ke rancangan UU di DPR, tetapi belum juga disahkan.

Polri berharap, UU Terorisme yang terbaru dapat memberikan wewenang lebih pada Polri untuk melakukan fungsi pencegahan.

"Penanganan terpadu dan efektif butuh payung hukum yang lebih kuat," ujar Setyo.

Meski dinilai mendesak, namun DPR dan pemerintah berdebat panjang tentang definisi terorisme dalam revisi Undang-undang tersebut. Definisi itu termaktub dalam Pasal 1 angka 1.

Bunyi pasal tersebut saat diajukan yakni, "tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini".

DPR ingin definisi terorisme memasukkan unsur politik. Artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan melakukan terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.

Pelaku juga harus dibuktikan memiliki atau terlibat dalam suatu jaringan kelompok teroris. Sementara pemerintah menilai, tak perlu ada unsur politik dalam definisi terorisme itu.

Terkait alotnya pembahasan soal definisi terorisme, Ketua DPR Bambang Soesatyo berharap hal itu bisa segera dituntaskan, dan revisi UU Anti-Terorisme bisa disahkan atau ketok palu pada Jumat 25 Mei 2018.

‎"Kami berharap soal definisi yang tinggal sedikit lagi bisa dituntaskan, sehingga hari Jumat bisa kami ketok palu UU Anti-Terorisme," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Selasa 22 Mei 2018.

‎Dia memastikan, pemerintah dan DPR sudah satu suara.

"Tinggal DPR rangkum. Tinggal ada dua, tiga kalimat redaksi yang kami akomodir soal ideologi dan ancaman keamanan negara ditambah tujuan motif politik. Itu tinggal sedikit lagi. Mudah-mudahan malam ini atau besok bisa kelar," jelas Bamsoet.

Dia pun meminta agar rapat Pansus revisi UU Antiterorisme dilakukan secara terbuka. Alasannya, supaya publik dapat menilai secara jernih dan DPR tak melulu disalahkan.

"Saya mendorong kepada Pansus untuk dilakukan rapat terbuka agar publik melihat siapa yang bermain dalam UU Terorisme ini. Karena saya agak galau, karena pihak DPR yang dijadikan kambing hitam tidak selesainya UU Antiterorisme ini," kata Bamsoet, sapaan akrabnya di gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21/5/2018).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: 

Ketua DPR, Bambang Soesatyo mengatakan revisi UU terorisme ditargetkan selesai bulan Mei. Hal ini disampaikan ketika rombongan DPR meninjau TKP ledakan bom di Suraya.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3536511/menguji-kompromi-pemerintah-dpr-soal-politisasi-uu-terorisme

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Menguji Kompromi Pemerintah-DPR soal Politisasi UU Terorisme"

Post a Comment

Powered by Blogger.