Suara.com - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk DPR kembali mendapat kritik dari kalangan akademisi.
Termutakhir, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jawa Barat menilai panitia ad hoc yang beken disebut Pansus KPK tersebut semakin arogan dan sewenang-wenang.
Ketua APHTN-HAN Jabar Dr Indra Perwira mengatakan, arogansi pansus itu semakin tampak tatkala para anggotanya gencar mewacanakan untuk memblokir penyaluran dana anggaran bagi KPK maupun Polri yang tak mau tunduk pada perintah resmi mereka.
”Wacana pemblokiran anggaran KPK dan Polri itu bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan. Sebab, apa sumber hukum kewenangan DPR untuk memblokir anggaran KPK dan Polri? Terlebih, anggaran tahun berapa yang akan diblokir?” tutur Indra Perwira dalam keterangan tertulisnya kepada Suara.com, Kamis (22/6/2017) malam.
Bahkan, kata dia, kalau DPR benar-benar melakukan pemblokiran dana anggaran untuk kedua institusi tersebut, justru akan melanggar konstitusi.
Sebab, sambung dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran tersebut, Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 sudah menyebutkan “rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah”.
Sementara dalam ayat (3) pasal itu disebutkan, “apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”.
“Dengan demikian, Pasal 23 UUD 1945 tegas menyebut kewenangan DPR adalah melakukan pembahasan dan memberikan persetujuan terhadap anggaran. Tidak ada kewenangan DPR untuk dapat memblokir anggaran,” terangnya.
Dulu, sambung Indra, pernah ada kewenangan DPR untuk “membintangi” anggaran mitra kerja yang dianggap bermasalah. Istilah membintangi itu sama seperti menangguhkan.
Namun, kewenangan seperti itu juga sudah dibatalkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013.
“Karenanya, bila terjadi pemblokiran terhadap anggaran KPK dan Polri tahun 2017, adalah tindakan inkonstitusional yang tidak memiliki dasar hukum. Kalaupun DPR menolak membahas rancangan anggaran KPK dan Polri tahun 2018, tidak masalah. Kedua institusi itu tetap jalan dengan dana anggaran seperti tahun 2017,” tandasnya.
Usulan pembekuan dana anggaran KPK dan Polri dilontarkan anggota pansus hak angket, Mukhamad Misbakhun. Ia mengatakan, usulan itu bisa direalisasikan jika Kapolri Jenderal Tito Karnavian menolak untuk memenuhi permintaan DPR memanggil paksa tersangka pemberi keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Miryam S. Haryani.
"Kami mempertimbangkan untuk menggunakan hak budgeter DPR, dimana saat ini sedang dibahas RAPBN 2018 mengenai pagu indikatif tentang kementerian lembaga," kata anggota Fraksi Partai Golkar ini di DPR, Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Dia juga meminta koleganya di Komisi III DPR untuk tidak melakukan rapat pembahasan anggaran dengan dua institusi tersebut. Dengan demikian, kedua lembaga tidak memiliki postur anggaran.
"Jadi kita tidak memotong anggaran apapun. Tapi pembahasan anggaran 2018 tidak akan dibahas bersama polisi dan KPK. Jadi bukan tidak cair (anggarannya) tapi 2018 mereka tidak punya postur anggaran. Jadi ya tidak, di decline saja (anggarannya), polisi nol, KPK nol," ujarnya.
KPK tidak menggubris ancaman tersebut. KPK mengingatkan DPR agar menggunakan kewenangan dengan baik berdasarkan aturan hukum yang ada.
"Saya kira sebaiknya semua lembaga negara menggunakan kewenangannya sesuai aturan hukum yang berlaku," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di KPK, pada hari yang sama.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "APHTN-HAN: Blokir Anggaran KPK dan Polri, DPR Langgar Konstitusi"
Post a Comment