"Mestinya nasionalis sekuler versus nasionalis religius. Bisa Islam, Hindu, Buddha. Karena dulu juga banyak partai-partai Katolik, Kristen dan sebagainya. Termasuk juga FPI karena saya pernah satu panel di Muhammadiyah," kata Khusnul dalam seminar bertajuk Memotret Nasionalisme Baru Indonesia di Balai Kartini, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/6/2017).
Chusnul mengatakan ormas Islam telah banyak berkontribusi bagi Indonesia, tapi seringkali tidak dilirik sebagai sesuatu yang berharga. Ia mencontohkan bagaimana Muhammadiyah secara konsisten pada perjuangannya di bidang pendidikan dan kesehatan.
"Pendidikan itu punya 177 Perguruan Tinggi, 16 perempuan Aisyiah dalam 1 Universitas. Jadi itu kontribusi ormas Islam dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa, yang itu ada dalam konteks pembukaan UUD 1945," ujar Chusnul.
Ia berharap masyarakat Indonesia, khususnya para elit politik, mulai belajar tentang peran Islam di Indonesia dan jangan sampai terjebak pada Islam phobia yang sedang mewabah akhir-akhir ini, khususnya pasca aksi bela Islam 4 November dan 2 Desember 2016.
"Jadi jangan Islam phobia, jangan kemudian beranggapan bahwa Islam itu tertutup, Islam ideologi tertutup," ujar Chusnul.
Ia juga mengatakan bahwa Islam Indonesia adalah Islam yang sangat menghargai pluralitas dan toleransi antar ummat beragama. Itu dapat dilihat, bagaimana ummat Islam tidak memaksakan syariat Islam menjadi salahsatu dari lima sila dalam Pancasila. Melainkan mengubah kalimatnya menjadi Ketuhanan yang Maha Esa sehingga berlaku bagi semua agama yang diakui.
"Jadi tidak bisa kita mengatakan bahwa harus dipisahkan agama dan negara, Pancasilanya saja sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa kok," kata Chusnul.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ilmuwan: Peran Islam Banyak Dihilangkan Dalam Sejarah Bangsa Ini"
Post a Comment