"Saya tidak setuju dengan pendapat Yandri dari PAN kalau Pasal 201 ayat 3 diterapkan dimana semua fraksi harus ada," katanya di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (14/6/2017).
Menurut Mahfud pernyataan Yandri merupakan persepsi pribadi.
"Itu kan pendapat dia, tentu dulu pembuat undang-undang berpikir kalau sangat serius, tentu saja bisa," kata Ketua Asosiasi Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia.
Mahfud menjelaskan dalam undang-undang disebutkan materi hak angket menyangkut satu hal penting atau hal strategis dan punya pengaruh luas di tengah masyarakat. Itu sebabnya, penting untuk mempertanyakan kepentingan anggota DPR ngotot melanjutkan hak angket terhadap KPK terkait dengan pemeriksaan terhadap Miryam S. Haryani -- saksi kasus korupsi e-KTP.
"Urusan pengakuan Miryam yang mengaku ditekan, itu, kan hal biasa saja, nggak ada hal yang gawat di situ, dan itu sudah dibuktikaan di sidang praperadilan bahwa itu benar. Jadi masih apalagi, strategis apa? Ini, kan nggak ada strategisnya, sama sekali dan tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat," katanya.
Bahkan, kata Mahfud, masyarakat menganggap pemeriksaan terhadap Miryam bukan sesuatu yang luar biasa. Itu sebabnya, dia meminta DPR fokus pada apa yang melatari pengajuan hak angket.
"Kalau DPR berpikir ini, bukan hanya soal Miryam tapi ada soal lain, itu nggak boleh karena hak angket itu harus fokus apa yang mau diangket. Kalau masalahnya nanti mau dicari dulu oleh pansus itu nggak boleh, tidak fair secara hukum. Itulah sebabnya dari sudut itu kita juga menyatakan hak angket ini cacat hukum. Hal lain lagi, sekarang ini baru tujuh fraksi, satu masih ragu-ragu dan dua menyatakan menolak, karena tidak memenuhi syarat Pasal 201 ayat 3," kata Mahfud.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mahfud Tak Setuju Pendapat Politikus PAN Soal Angket KPK"
Post a Comment