Suara.com - Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, dua tahun pidana penjara.
Selain hukuman penjara, jaksa KPK juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp100 juta subsider enam bulan kurungan penjara kepada keduanya.
Jaksa menilai, Adami dan Hardy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan bos PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawansyah, lantaran memberikan sejumlah uang kepada pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Pemberian uang itu agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam kegiatan pengadaan pemantau satelit di Bakamla.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara dua tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan," kata Jaksa KPK saat membacakan tuntutan untuk Adami dan Hardy di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2017).
Adami dan Hardy dinilai jaksa KPK terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.
Menurut jaksa KPK, kedua terdakwa terbukti memberikan suap kepada pejabat di Bakamla sebesar 209.500 dolar Singapura, 78.500 dolar AS dan Rp120 juta.
Pemberian suap dilakukan agar perusahaan milik Fahmi Darmawansyah, yakni PT Melati Technofo Indonesia, dimenangkan dalam kegiatan pengadaan pemantau satelit di Bakamla.
Suap diberikan masing-masing kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar 105 ribu dolar Singapura, 88.500 dolar AS dan 10 ribu euro, dan Direktur Data dan Informasi Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura, yang dilakukan secara bertahap.
Kemudian kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan sebesar 104.500 Dollar Singapura dan Kepala Subbagian Tata Usaha Sekretaris Utama Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.
Sebelum menyampaikan tuntutan, jaksa KPK menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan kedua terdakwa.
Menurut jaksa KPK, untuk hal yang memberatkan, Adami dan Hardy dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme.
Sementara itu, hal-hal yang meringangkan, Adami dan Hardy dinilai bersikap koperatif selama di persidangan, mengakui terus terang perbuatannya, membantu mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar, dan belum pernah dihukum.
"Terdakwa telah ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dalam tindak pidana korupsi atau justice collaborator berdasarkan keputusan pimpinan KPK," kata jaksa KPK.
Setelah mendengarkan tuntutan dari jaksa KPK, majelis hakim langsung meminta tanggapan Adami dan Hardy, terkait pengajuan nota pembelaan atau pledoi.
Kedua terdakwa suap kepada pejabat Bakamla itu pun menyerahkan pledoinya kepada penasihat hukumnya.
Majelis hakim memutuskan sidang bakal dilanjutkan kembali pada, Senin (15/5/2017), dengan agenda pembacaan pledoi.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Suap Pejabat Bakamla, Jaksa KPK Tuntut 2 Terdakwa 2 Tahun Penjara"
Post a Comment