Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam meminta Polri tidak menutup-nutupi penangkapan terduga teroris. Komnas HAM menilai terduga terorisme rawan mengalami penyiksaan dalam penahanan.
"Penangkapan itu tidak pernah di-declare tempat orang ditangkap di mana. Itu dalam pengalaman Komnas HAM di situlah titik paling rawan penyiksaan terjadi," kata Choirul di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/5/2018).
Pernyataan tersebut mengkritisi UU Terorisme yang baru saja disahkan. Menurut Chroirul, tempat penahanan terduga teroris yang ditangkap harus dijelaskan. Misal, kata dia, dibawa ke Mako Brimob, Markas Polda, atau Markas Densus.
"Akar masalah soal penangkapan dan penahanan dalam rentang waktu 21 hari itu enggak terjawab, apa? tempat," kata dia.
"Dalam konteks diskursus hak asasi manusia soal penyiksaan, tempat itu menjadi indikator utama agar penyiksaaan tidak terjadi dan dicegah. Di UU ini enggak ada makanya ini sangat potensial terjadi pelanggaran HAM," imbuhnya.
Komnas HAM juga mengkritisi waktu penyadapan yang cukup lama yaitu satu tahun. Hal itu juga berpotensi melanggar HAM karena menerobos privasi seseorang.
"Penyadapan ini potensial karena waktunya sangat panjang, walaupun itu dikatakan harus dipertanggungjawabkan oleh instansi terkait, atau sifatnya rahasia, tapi kan kalau orang nyadap dengan sifat kaya gitu dia bisa nerobos hak privasi orang, itu berpotensi melanggar HAM," kata Choirul.
https://www.liputan6.com/news/read/3539613/komnas-beberkan-celah-pelanggaran-ham-di-uu-terorismeBagikan Berita Ini
0 Response to "Komnas Beberkan Celah Pelanggaran HAM di UU Terorisme"
Post a Comment