Search

Robohnya Koh Ahok Kami....

Suara.com - Basuki Tjahaja Purnama, yang disebut banyak pihak sebagai satu dari sedikit birokrat bersih yang menjadi benteng kokoh dana anggaran pemerintah dari patgulipat itu akhirnya roboh juga. Ahok akhirnya merasakan betapa dinginnya lantai terungku Cipinang.

Namun, tak seperti kebanyakan birokrat atau kepala daerah, Gubernur DKI Jakarta yang kekinian sudah dinonaktifkan tersebut, mendekam dalam bilik tahanan bukan lantaran korupsi, melainkan kasus penodaan agama.

“Hari ini, Negara kita mengajari rakyat... Kalau jadi pejabat, mendingan korupsi asal jangan salah ngomong," tulis warganet bernama Rika di Twitter, Selasa (9/5/2017) sore, menanggapi vonis dan penahanan Ahok.

Sebelum kehebohan itu dimulai, Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto memvonis Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan hukuman penjara dua tahun dalam persidangan, Selasa pagi. Hakim juga memerintahkan agar Ahok ditahan.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara dua tahun," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negerig Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto, saat membacakan vonis di ruang sidang Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa siang.

Selain menjatuhkan vonis, Dwiarso juga memerintahkan aparat untuk menahan Ahok. Karenanya, setelah sidang, Ahok langsung digelandang ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jalan Bekasi Timur, Jakarta Timur.

Pengadilan juga membebankan Ahok untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5 ribu. Dwiarso mengatakan, keputusan sidang perkara penistaan agama hari ini didasarkan pada semua fakta persidangan.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama," kata Dwiarso.

Ahok mengajukan banding atas putusan tersebut.

Setelah vonis dan penahanan Ahok, banyak pihak yang mengkhawatirkan masa depan Jakarta maupun Indonesia.

Kebanyakan mereka mencemaskan sistem penegakan hukum nasional yang tak lagi berpihak kepada keadilan dan kebenaran. Mereka juga mengkhawatirkan kelompok-kelompok intoleran bisa mengintervensi hukum. Bahkan, di Twitter, warganet mengutarakan protes dan pesimisme terhadap sistem hukum tersebut dengan tagar #RIPHukum.

Setidaknya, cerita pendek sastrawan AA Navis berjudul “Robohnya Surau Kami” bisa menjadi pembanding atas kecemasan tersebut.

Cerpen “Robohnya Surau Kami” bercerita tentang seorang kakek yang hidupnya dihabiskan sebagai seorang penjaga surau (Garin). Namun, kakek penjaga surau itu meninggal bunuh diri dengan sangat mengenaskan. Penyebabnya, seorang yang taat bernama Ajo Sidi menceritakan kisah yang sebenarnya tak pernah terjadi alias kebohongan.

Setelah kematian sang kakek, surau yang tadinya teduh dan nyaman untuk beribadah, berbalik 180 derajat menjadi tak terawat, suram, dan usang. Surau itu berubah menjadi tempat bermain anak-anak. Parahnya, lantai kayu surau itu diselewengkan, diambil oleh warga dan dijadikan kayu bakar.

Dari Pulau Pramuka ke Cipinang

Hikayat robohnya seorang Ahok di hadapan hukum itu bermula pada hari yang cerah di hari Selasa, 27 September 2016. Ketika itu, ia melakukan kunjungan kerja ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, untuk memberikan panduan mengenai budidaya ikan Kerapu kepada nelayan teluk Jakarta.

Namun, dalam pidatonya, Ahok melontarkan kritik politik yang kemudian dianggap sekelompok orang sebagai penghinaan terhadap salah satu agama resmi di Indonesia.

"Jadi jangan percaya-percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51," ucap Ahok kala itu.

Sejumlah orang melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya, 6 Oktober 2016.

Tak hanya dilaporkan ke polisi, Ahok juga menjadi ”bulan-bulanan” massa yang menggelar serial aksi. Demonstrasi massa anti-Ahok itu kali pertama digelar tanggal 4 November tahun lalu.

Seusai kelompok anti-Ahok perdana demo, Polda Metro Jaya memutuskan gelar perkara yang diikuti 50 orang. Pidato Ahok dianggap tidak bermasalah.

 Tapi, ketika hari beranjak ke 6 Oktober 2016, seorang warganet bernama Buni Yani mengunggah potongan video rekaman pidato Ahok  tersebut ke Facebook dengan judul ”Penistaan terhadap Agama?”. Dalam video itu, Yani juga membubuhkan transkripsi pidato.

Dalam video itu, Yani menuliskan 'karena dibohongi Surat Al Maidah 51' dan bukan "karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51', seperti ucapan asli Ahok.

Video itu viral dan ibu kota heboh. Tak mau berlarut-larut, Ahok secara terbuka meminta maaf kepada umat muslim per 10 Oktober.

Selain itu, 14 Oktober, Ahok juga mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk memberikan klarifikasi.

Namun, sebulan kemudian, persisnya Rabu 16 November, polisi menyatakan Ahok sebagai tersangka kasus penodaan agama.

Ahok menjalani persidangan perdana sebagai tersangka pada Selasa 13 Desember 2016. Dalam persidangan, Ahok menangis sembari membacakan nota keberatan atas dakwaan penistaan agama Jaksa Penuntut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.

Ahok ketika itu membantah memunyai maksud menistakan agama.

"Apa yang saya utarakan bukan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama," kata Ahok.

Namun, dalam sidang tuntutan, Kamis 20 April 2017, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan Ahok bersalah. JPU menuntut Ahok dihukum satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.

Sepekan setelahnya, Selasa (25/4) atau sehari setelah Ahok mengakui kekalahannya dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017, sidang kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan pledoi.

Kala itu, Ahok kembali menegaskan tidak menodai agama. Ahok juga menilai dirinya merupakan korban fitnah sehingga menjadi pesakitan.

Namun, saat sidang vonis, majelis hakim tampak tak terpengaruh oleh pledoi Ahok. Majelis hakim juga bahkan memberikan vonis lebih tinggi daripada tuntutan JPU.

Serial Aksi Anti-Ahok

Sepanjang pidatonya dipersoalkan dan menjadi kasus hukum, Ahok juga terus menjadi sasaran aksi massa yang berseberangan dengan dirinya. Banyak pihak menilai aksi-aksi tersebut juga terkait Pilkada DKI, karena Ahok sendiri menjadi calon gubernur petahana bersama Djarot Saiful Hidayat.

Aksi perdana anti-Ahok digelar tanggal 4 November 2016. Kala itu, massa meminta Ahok dijadikan tersangka. Selanjutnya, demonstrasi itu juga digelar tanggal 16 Novemnber, ketika Ahok sudah dijadikan tersangka.

Setelah Ahok menjadi tersangka, aksi kontra dirinya justru semakin diintensifkan. Aksi selanjutnya digelar tanggal 2 Desember 2016.

Selanjutnya, kelompok anti-Ahok menggelar aksi rutin di depan gedung Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, setiap Ahok disidangkan.

Kali terakhir massa anti-Ahok menggelar aksi adalah Jumat (5/5) pekan lalu. Aksi itu diklaim sebagai bentuk penjagaan agar majelis hakim bertindak independen dalam memutus vonis untuk Ahok.

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

0 Response to "Robohnya Koh Ahok Kami...."

Post a Comment

Powered by Blogger.